Ekstradisi Jerat Pelaku Korupsi

15.24


Hukum. Satu kata yang tak lagi asing bagi kita bahkan bagi orang awam. Begitu banyak definisi yang menggambarkan tentang apa sebenarnya hukum itu. Hukum pada dasarnya bersifat mengikat sehingga dapat membatasi setiap perilaku lapisan masyarakat. Pembatasan perilaku ini membuat setiap masyarakat dapat menyadari sampai dimana ia seharusnya berperilaku. Jika tidak ada sesuatu yang membatasi, kita sebagai manusia bisa berperilaku seenaknya tanpa memikirkan dampaknya yang terjadi baginya dan bagi masyarakat lainnya. Banyaknya pelanggaran yang terjadi di Indonesia berbanding lurus dengan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah kita. Berdasarkan sumber dari website Kementerian Sekretariat Negara RI, minimal 50 produk hukum di Indonesia disahkan tiap tahunnya. Karena begitu banyaknya produk hukum yang disahkan, membuat klasifikasi produk hukum juga semakin banyak dan rumit.

Hal-hal yang telah dijelaskan secara singkat diatas mengenai apa itu hukum, apa tujuannya dan apa saja klasifikasinya akan dibahas lebih jauh pada postingan kali ini.
Pada kesempatan ini saya akan menggunakan salah satu produk hukum di Indonesia yang baru-baru ini disahkan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Papua Nugini, sebagai bahan analisis postingan kali ini. Sebelum dibuat dan disahkannya Undang-Undang ini, kedua negara, yaitu Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini telah menandatangani Perjanjian Ekstradisi di Jakarta pada 17 Juni 2013.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai produk hukum tersebut, mari kita ketahui terlebih dahulu apa sih sebenarnya hukum itu? Check this out!

1. Pengertian Hukum
    Seperti yang telah disinggung diawal, banyak sekali definisi yang menggambarkan pengertian dari hukum. Banyak para ahli yang menyatakan pemikirannya mengenai hukum. Menurut Prof. Mr. L.J. van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul "Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (terjemahan Oetarid Sadino, S.H dengan nama "Pengantar Ilmu Hukum), bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu. Definisi tentang Hukum adalah sangat sulit untuk dibuat, karena itu tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan. Telah banyak beredar definisi tentang hukum dari para ahli, tetapi setiap pembatasan tentang Hukum yang diperoleh dari definisi tersebut belum pernah memberikan kepuasan.
    1.1. Hukum Menurut Pendapat Para Sarjana
        Hampir semua Sarjana Hukum memberikan pembatasan Hukum yang berlainan sehingga sering kita jumpai adanya tidak kesesuaian pendapat mengenai pengertian hukum. Sebagai gambaran, Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, SH. lalu memberikan contoh-contoh tentang definisi Hukum yang berbeda-beda, sebagai berikut:
          a. Aristoteles: "Particular law is that which each community lays down and alies to its own
              members. Universal law is the law of nature"
          b. Grotius: "Law is a rule of moral action obliging to that which is right".
          c. Hobbes: "Where as law, properly is the word of him, that by right command over others".
Masih banyak lagi definisi Hukum dari para Sarjana Hukum lainnya. Bahkan Prof. Claude du Pasquier dalam bukunya yang berjudul "Introduction ala theorie general et ala philosophic du Droit" telah pernah mengumpulkan 17 buah definisi hukum, yang masing-masing definisi menonjolkan segi tertentu dari hukum.
Hukum disuatu negara sangat banyak jumlahnya, khususnya di Indonesia. Hal itulah yang membuat hukum sulit diberikan definisi yang tepat sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di dalam satu definisi. Sesungguhnya kita dapat mengetahui adanya hukum itu, bilamana kita melanggarnya, yakni pada waktu kita berhadapan dengan polisi, jaksa dan hakim, terlebih jika kita berada dalam penjara.
    1.2. Definisi Hukum Sebagai Pegangan
         Walaupun tak mungkin diadakan suatu batasan yang lengkap tentang apakah hukum itu, namun Drs. E. Utrecht, SH dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Dalam Hukum Indonesia" (1953) telah mencoba membuat suatu batasan Hukum sebagai berikut: "Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu". Selain Utrecht juga ada Sarjana Hukum Indonesia lainnya yang telah berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu, salah satunya J.C.T Simorangkir S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H., dalam buku yang disusun bersama berjudul "Pelajaran Hukum Indonesia" telah diberikan definisi hukum sebagai berikut: "Hukum itu ialah peraturan peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu."
    1.3. Unsur-Unsur Hukum
         Dari beberapa perumusan tentang hukum yang sudah dijelaskan diatas, dapatlah diambil kcsimpulan, bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
           a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
           b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
           c. Peraturan itu bersifat memaksa
           d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
    1.4. Ciri-Ciri Hukum
           Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-cirinya yaitu:
            a. Adanya perintah dan/atau larangan
            b. perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang

      Pada Undang-Undang nomor 6 tahun 2015, mengenai Ekstradisi antara Papua Nugini dan Indonesia, tidak terdapat penjelasan mengenai perintah ataupun larangan bagi seseorang yang melanggar hukum. Undang-Undang ini hanya menjelaskan mengenai hubungan bilateral antara Indonesia dan Papua Nugini dengan menyetujui dan memberikan kewenangan kepada pemerintah Papua Nugini untuk menangkap pihak-pihak yang melanggar hukum pidana di Indonesia, yang kemudian melarikan diri ke Papua Nugini. Pihak-pihak tersebut kemudian diproses oleh pemerintah Papua Nugini untuk dipulangkan kembali ke Indonesia. Mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada pihak tersebut dan hukuman apa yang harus dihadapinya, akan diadili lagi oleh para pihak penegak hukum dengan Undang-Undang yang berbeda pastinya.

      Hukum meliputi pelbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan dengan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan Kaidah Hukum. Barang siapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaedah Hukum akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bcrmacam-macam jcnisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah:
      a. Pidana pokok, yang terdiri dari:
          i) Pidana mati
          ii) Pidana penjara:
              - Seumur hidup
              - Sementara (setinggi tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau
                 pidana penjara selama waktu tertentu.
          iii) Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun
          iv) Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
          v) Pidana tutupan
     b. Pidana Tambahan, yang terdiri dari:
          i)   Pencabutan hak-hak tertentu
          ii)  Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
          iii) Pengumuman keputusan hakim.
  
    1.5. Sifat Dari Hukum
          Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya. Mengapa memaksa? Karena tidak semua masyarakat mau patuh kepada hukum yang telah ditetapkan. Begitu banyaknya penduduk disuatu negara, khususnya di Indonesia, membuat pemerintah ataupun para penegak hukum tidak dapat meng-handle segala perilaku masyarakatnya. Oleh karena itulah hukum dibuat secara memaksa. Dari jaman dahulu sampai era sekarang pun, walaupun-hukum-telah-dibuat-secara-memaksa, masyarakat masih saja melanggar. Walaupun ada sanksi tegas, masyarakat tetap saja tidak peduli dengan masih saja membuat pelanggaran. Bagaimana pula jika tidak ada sanksi?

2. Tujuan Hukum
    Untuk menjaga agar peraturan peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dan masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas- asas keadilan dari masyarakat itu. Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum, empat diantaranya sebagai berikut:
     a. Prof. Subekti, S.H.
      Dalam buku yang berjudul "Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan", hukum, menurut Prof. Subekti, S.H melalui tujuan Negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya, dengan menyelenggarakan "keadilan" dan "ketertiban". Dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa "dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula".
     b. Aristoteles
        Berbeda dengan Subekti, Aristoteles menyatakan keadilan tidak dipandang sama arti dengan persamarataan. Dalam tulisannya "Rhetorica," Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan "distributif" dan keadilan "komutatit". Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan kesebandingan. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perorangan. Ia memegang peranan dalam tukar menukar; pada pertukaran barang-barang dan jasa-jasa dalam mana sebanyak mungkin harus terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan. Jadi pada intinya, keadilan komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara perseorangan khusus, sedangkan keadilan distributif temtama menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus,
     c. Prof Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn
       Prof. van Apeldoom dalam bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandse reeht" mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Pertentangan kepentingan antara perseorangan dengan golongan-golongan manusia dapat menjadi pertikaian bahkan dapat menjelma menjadi peperangan, seandainya hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian.
     d. Teori Etis
       Menurut teori-teori etis, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Jika hukum semata-mata hanya menghendaki keadilan dan semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidaktentuan yang sungguh-sungguh mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan ketidaktentuan inilah yang selalu akan menyebabkan keadaan yang tidak teratur. Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan; keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang tersendiri.
     e. Bentham (Teori Utilitis)
       Jeremy Bentham dalam bukunya "Introduktion to the morals and legislation" berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama daripada hukum.

Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenriehting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Sumber-Sumber Hukum
   Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:
  a. Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
   b.  Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:
          i) Undang-undang (statue), ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum
              yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
         ii) Kebiasaan (custom), ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam
              hal sama.
         iii) Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie), ialah keputusan hakim yang terjadi
               karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-
               arresten) untuk mengambil keputusan.
         iv) Traktat (treaty),yaitu perjanjian mengikat antara kedua belah pihak yang terkait tentang
               suatu hal.
          v) Pendapat Sarjana Hukum (doktrin) Doktrin yaitu pendapat sarjana hukum yang ternama
              juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.

4. Kodefikasi Hukum
     Menurut bentuknya, Hukum dapat dibedakan antara:
     a. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law), yakni Hukum yang dicantumkan dalam
         berbagai peraturan-peraturan.
     b. Hukum Tak Tertulis (unstatutery law = unwritten law), yaitu Hukum yang masih hidup
         dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu
         peraturan- peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).

Mengenai Hukum Tertulis, ada yang dikodefikasikan, dan yang belum dikodefikasikan. Kodefikasi hukum ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Unsur-unsur kodifikasi ialah:
     a. Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya Hukum Perdata);
     b. sistematis;
     c. lengkap.
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis ialah untuk memperoleh:
     a. kepastian hukum;
     b. penyederhanaan hukum;
     c. kesatuan hukum.

5. Macam – Macam Pembagian Hukum
   5.1. Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
          i) Menurut Sumbernya:
              -  Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
              -  Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan
                  kebiasaan (adat).
              -  Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu
                  perjanjian antara negara (traktat).
              -  Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.

           Berdasarkan klasifikasi hukum menurut sumbernya, UU No. 6 tahun 2015 termasuk dalam
     hukum Undang-Undang. Mengapa? Pastinya karena produk hukum tersebut tercantum dalam
     peraturan perundangan yang sudah disahkan oleh pemerintah.

          ii) Menurut bentuknya:
              - Hukum Tertulis yang dapat dibagi lagi menjadi Hukum Tertulis yang dikodifikasikan
                dan Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan
              - Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)

           Menurut bentuknya, UU No. 6 tahun 2015 tentang ekstradisi antara Papua Nugini dan
      Indonesia merupakan hukum tertulis yang dikodifikasikan. Produk hukum ini merupakan
      produk hukum yang telah disusun secara sistematis dalam Undang-Undang RI dan telah
      disahkan oleh pemerintah Indonesia.

           iii) Menurut Tempat berlakunya
                 - Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
                 - Hukum Internasional, yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
                 - Hukum Asing yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
                 - Hukum Gereja, kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.

            Undang-Undang No. 6 tahun 2015 yang menjadi bahan analisis kali ini merupakan hukum
        internasional jika dilihat dari tempat berlakunya. Mengapa? Karena produk hukum ini
        melibatkan dua negara, yaitu Indonesia dan Papua Nugini, dimana berisi peraturan atau
        hukum tentang kerjasama antara dua negara untuk bersama-sama memerangi tindak pidana
        yang dilakukan oleh pihak manapun yang melanggar di Indonesia, yang kemudian melarikan
        diri ke Papua Nugini. Dengan adanya produk hukum tersebut, pemerintah Papua Nugini
        mempunyai wewenang untuk memroses setiap orang bersalah yang melarikan diri ke
        negaranya untuk kemudian dipulangkan kembali ke Indonesia.

           iv) Menurut waktu berlakunya
                - Ius Constitutum (Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
                   masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.) Ada sarjana yang menamakan
                   hukum positif itu ”Tata Hukum”.
                - Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan
                   datang.
                - Hukum Asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk
                   segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk
                   selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.

              Undang-Undang Nomor 6 tahun 2015 mengenai Ekstradisi Indonesia-Papua Nugini,
          merupakan jenis hukum Ius Constitutum. Produk hukum ini mulai berlaku setelah disahkan
          dan hanya berlaku dalam suatu daerah tertentu. UU ini khusus mengatur tentang
          kerjasama ekstradisi antara dua negara saja, yaitu Indonesia-Papua Nugini.

          v) Menurut cara mempertahankannya
              - Hukum material yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
                 kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan
                 larangan-larangan. Contoh Hukum Material: Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum
                 Dagang, dll. Jika orang berbicara tentang Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka
                 yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan Hukum Perdata Material.
              - Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) yaitu hukum yang memuat
                 peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan
                 mempertahankan hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana
                 cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana
                 cara-cara Hakim memberi putusan.
                 Contoh Hukum Formal: Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.

             *  Hukum Acara Pidana: peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara
                 memelihara dan mempertahankan Hukum Pidana Material atau peraturan-peraturan
                 yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka
                 Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya Hakim pidana memberi putusan.
           ** Hukum Acara Perdata yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana
                cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Material atau peraturan-
                peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-
                perkara ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya Hakim perdata memberi
                putusan.

              Menurut cara mempertahankannya, pastinya UU No. 6 Tahun 2015 bukan termasuk
         hukum material, sebab didalam UU tersebut tidak terdapat perintah ataupun larangan.
         Seperti yang sudah dijelaskan diawal tulisan ini, UU ini hanya mengatur tentang perjanjian
         kedua negara, Indonesia-Papua Nugini, untuk melakukan ekstradisi kepada siapa saja yang
         melakukan pelanggaran di kedua negara tersebut, yang kemudian melarikan diri ke salah
         satu negara terkait.
              Sehingga produk hukum ini termasuk kedalam jenis hukum formal yang isinya lebih
         ditekankan pada proses ekstradisi, misalnya apa saja asas dan ketentuan yang harus
         diperhatikan oleh kedua negara untuk melakukan ekstradisi tersebut. Ada beberapa asas
         dan ketentuan yang dicantumkan dalam UU ini dalam rangka melakukan ekstradisi
         Indonesia-Papua Nugini. Asas dan ketentuan tersebut dapat dibaca langsung di UU No. 6
         tahun 2015 tentang Ekstradisi Papua Nugini-Indonesia. (UU dapat dilihat disalah satu
         website yang akan ditulis pada kolom References diakhir tulisan blog ini).

           vi) Menurut sifatnya
                - Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus
                   dan mempunyai paksaaan mutlak.
                - Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan
                   apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam satu
                   perjanjian.

              UU No. 6 Tahun 2015 tentang Ekstradisi Indonesia-Papua Nugini termasuk hukum yang
         memaksa. Bagaimanapun juga dan dalam keadaan apapun juga, selama ketentuan dan asas
         dalam UU untuk ekstradisi terpenuhi, kedua negara terkait harus tetap melakukan
         ekstradisi kepada pihak-pihak terkait, mengingat pelanggaran utamanya yaitu yang
         berkaitan dengan kejahatan lintas negara (transnational crime), khususnya tindak pidana
         korupsi, pencucian uang dan tindak pidana terorganisasi lainnya yang dapat berdampak
         buruk bagi negaranya.

           vii) Menurut wujudnya
                 - Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak
                    mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan
                    hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
                 - Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap
                    seorang tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga HAK. Pembagian hukum
                    jenis ini kini jarang digunakan orang.

              Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hukum subjektif jarang digunakan, begitu juga
          dengan produk hukum UU No. 6 Tahun 2015 ini. Produk hukum ini bersifat objektif.
          Siapapun orangnya, dari golongan manapun, hukum tersebut tetap berlaku bagi dirinya jika
          ia melakukan pelanggaran yang merugikan pihak lainnya.

          viii) Menurut Isinya
                - Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan orang
                  yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan
                  perseorangan.
                - Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara
                  dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan
                  (warganegara).

              Telah disinggung tentang produk hukum yang digunakan untuk dianalisis dalam
           postingan ini, yaitu UU No. 6 Tahun 2015, dimana UU tersebut merupakan perjanjian
           antara 2 negara untuk melakukan ekstradisi. Sehingga produk hukum UU No. 6 Tahun
           2015 ini dapat diklasifikasikan sebagai hukum publik (hukum negara) jika ditinjau
           dari isinya.

6. Hukum Sipil dan Hukum Publik
      Dari segala macam hukum yang disebut diatas, yang terpenting adalah Hukum Sipil dan
      Hukum Publik.
     6.1. Hukum Sipil (Hukum Privat)
            Terdiri dari:
          a) Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi hukum Perdata dan Hukum Dagang
          b) Hukum Sipil dalam arti sempit, yang meliputi Hukum Perdata saja.
      Catatan: dalam beberapa buku-buku tentang hukum, orang sering mempersamakan Hukum
      Sipil dengan Hukum Perdata. Agar tidak membingungkan, maka perlu dijelaskan bahwa jika
      diartikan secara luas, maka hukum Perdata itu adalah sebagaian dari Hukum Sipil. Jika
      diartikan secara sempit, maka Hukum Perdata sama dengan Hukum Sipil.

      6.2. Hukum Publik 
             terdiri dari:
           a) Hukum Tata Negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu
               negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan
               hubungan antar Negara (pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-
               daerah swastantra).
           b) Hukum Administrasi Negara (Hukum Tatausaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan)
               yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari
               kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
           c) Hukum Pidana (pidana=hukuman) yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan
               apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta
               mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. Paul
               Scholten dan Logemann menganggap Hukum Pidana tidak termasuk Hukum Publik.
           d) Hukum Internasional, yang terdiri dari: Hukum Perdata Internasional yaitu hukum yang
               mengatur hubungan hukum antar warganegara-warganegara sesuatu negara dengan
               warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional. Hukum
               Publik Internasional (Hukum Antar Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antar
               negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional. Jika
               orang berbicara tentang Hukum Internasional, maka hampir selalu maksudnya ialah
               Hukum Publik Internasional.

              Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi hukum sebelumnya, UU No. 6 Tahun 2015
          merupakan hukum publik dalam kelompok hukum internasional yaitu kerjasama antara dua
          negara, Indonesia-Papua Nugini untuk melakukan ekstradisi.


Penjelasan dan Kesimpulan Akhir:
     Meskipun begitu banyak produk hukum dinegara kita yang membuat klasifikasinya semakin rumit dan definisinya pun sulit untuk dijelaskan, pada dasarnya hukum dibuat untuk mengatur segala aspek dalam suatu negara. Dengan adanya hukum, setiap orang menjadi tahu sampai dimana ia harus bertindak, sehingga suatu negara bisa berjalan dengan baik tanpa merugikan pihak lain.

     UU No. 6 Tahun 2015 tentang Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia-Papua Nugini merupakan salah satu produk hukum yang termasuk dalam klasifikasi hukum publik internasional. Setelah sebelumnya, Indonesia telah membuat Undang-Undang Ekstradisi dengan beberapa negara, diantaranya Malaysia, Philippina, Thailand, Australia, Hongkong, Republik Korea dan Republik India, kini Indonesia pun mengesahkan perjanjian ekstradisi lagi dengan Papua Nugini. Produk hukum tersebut dibuat agar Indonesia-Papua Nugini dapat bekerjasama untuk mendukung penegakan hukum di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara (transnational crime) khususnya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, yang merugikan negara dalam aspek ekonomi. Esktradisi dalam produk hukum tersebut akan menyulitkan setiap pelaku pidana jika ingin melarikan diri ke luar negeri. Dengan adanya UU ini, negara yang menjadi tempat tujuannya untuk melarikan diri, dalam hal ini Papua Nugini, memiliki wewenang untuk memroses pihak tersebut untuk kembali ke negara asalnya, Indonesia, untuk diproses lebih lanjut atas pelanggaran yang dibuatnya.
     Salah satu kasus yang dipermudah karena disahkannya UU No. 6 Tahun 2015 ini, adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp904 M yang dilakukan oleh Djoko Tjandra di tahun 1999 silam. Setelah diproses dan diselidiki lagi oleh para penegak hukum di Indonesia, Djoko Tjandra divonis bersalah dengan kurungan penjara selama 2 tahun dan diwajibkan membayar denda Rp15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp564 M disita oleh negara. Satu hari sebelum vonis dibacakan oleh MA, 10 Juni 2009, Djoko Tjandra diduga melarikan diri ke Port Moresby, Papua New Guinea. Hingga Juli 2012 lalu, diketahui Djoko Tjandra telah merubah kewarganegaraannya menjadi warga negara Papua New Guinea (PNG). Hal tersebut semakin menyulitkan Indonesia untuk memulangkannya dan mengeksekusinya.
     Dengan disahkannya UU No. 6 Tahun 2015 ini, Papua Nugini dapat bekerja sama dengan Indonesia dengan memroses terpidana tersebut untuk kembali ke Indonesia untuk selanjutnya diproses kembali atas hukum pidana yang dilanggarnya.

See? Hukum sangat berperan penting dalam berjalannya suatu negara. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hukum dibuat agar setiap orang harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Karena setelah berbuat pelanggaran, mau kemanapun seorang terpidana melarikan diri, pada akhirnya hukum akan membuatnya kembali ke tempat dimana seharusnya ia berada untuk menerima hukuman tersebut.
So, yuk sama-sama taati hukum yang berada dinegara kita. Bertindaklah sewajarnya. Tidak perlu membuat gerakan tambahan yang justru membuat kita untung sekarang, rugi kemudian.

Sekian postingan kali ini. Semoga bermanfaat!
See you on the next post!

References:
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36 http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/09/063641153/uu-ekstradisi-sah-djoko-tjandra-akan-dipulangkan 
http://www.setneg.go.id 
https://www.ekon.go.id/hukum/view/uu-no-6-tahun-2015.1350.html
http://news.detik.com/berita/1966963/kronologi-djoko-tjandra-buron-yang-kini-jadi-warga-png

You Might Also Like

0 komentar