ANALISIS KASUS ETIKA PROFESI AKUNTANSI: MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PADA PT KIMIA FARMA Tbk

15.51

Source: adithbodong.wordpress.com
Akuntan merupakan suatu profesi yang memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga stabilitas perusahaan dalam segi finansial serta sebagai penyedia informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan yang mencerminkan posisi keuangan dalam suatu perusahaan dan media untuk menginformasikan keadaan finansial suatu perusahaan, sehingga pihak manajemen berkewajiban untuk membuat laporan keuangan tersebut setiap periode berjalan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan, baik internal maupun eksternal, seperti pihak manajemen yang mengambil keputusan dalam operasional perusahaan, para kreditor yang memberikan pinjaman, investor yang menanamkan investasi dalam perusahaan bahkan pemerintah yang menetapkan dasar tarif pajak terutang perusahaan, membutuhkan laporan keuangan. Pihak-pihak tersebut dapat mengetahui perkembangan ataupun kondisi perusahaan melalui laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan, sehingga mereka dapat mengambil keputusan untuk berinvestasi atau memberikan pinjaman kepada perusahaan terkait, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, laporan keuangan merupakan patokan pengambilan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.
Source: keuanganlsm.com
Laporan keuangan sebagai patokan pengambilan keputusan dapat menjadi indikator terjadinya manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk membuat citra perusahaan menjadi baik dimata para pengambil keputusan. Manipulasi laporan keuangan merupakan bentuk pelanggaran etika profesi akuntansi karena hal ini dapat mencederai norma-norma yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, postingan kali ini akan membahas tentang kasus pelanggaran profesi akuntansi. Dalam hal ini, yaitu kasus manipulasi Laporan Keuangan oleh PT. Kimia Farma Tbk. Check this out!

Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
PT Kimia Farma merupakan salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar pada 31 Desember 2001, dimana laporan tersebut telah diaudit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa, sehingga dilakukan audit ulang. Pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated) karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Laporan keuangan yang baru menyajikan keuntungan yang hanya sebesar Rp99,56 miliar atau lebih rendah sebesar Rp32,6 milyar (24,7% dari laba awal yang dilaporkan). Kesalahan tersebut timbul dari unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, dari unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp23,9 miliar, dari unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan dan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan penyajian tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak pengambil keputusan dimana laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, setelah diperiksa kembali, akuntan publik HTM telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa.

Tanggung Jawab Akuntan Publik Terhadap Kasus PT Kimia Farma Tbk.
Setelah ditemukannya ketidakwajaran dalam laporan keuangan tersebut, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan penyelidikan atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. dan akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) terlibat karena laporan keuangan yang mengandung ketidakwajaran tersebut telah diaudit oleh mereka.
Source: 1.bp.blogspot.com
Menurut kronologis, pada saat laporan keuangan pertama kali diaudit (31 Desember 2001), HMT belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tetapi setelah melakukan audit interim pada 2002 Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Hal tersebut membuat Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Akuntan publik dituntut bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila ditemukan adanya pelanggaran, selambat-lambatnya dalam tiga hari kerja akuntan publik harus sudah melaporkan pelanggaran tersebut ke Bapepam. Apabila temuan pelanggaran tersebut tidak dilaporkan, maka auditor tersebut dapat dikenai pidana.
Pelanggaran-pelanggaran dalam pelaporan persediaan dan penjualan membuat laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk harus disajikan kembali. Walaupun Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustofa tidak terbukti membantu manajemen melakukan manipulasi, tetapi HTM tetap dinyatakan bersalah, karena auditor independen dituntut untuk lebih detail menelusuri laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak. Hal tersebut membuat HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT. Kimia Farma Tbk.

Tanggung Jawab Manajemen Terhadap Kasus PT Kimia Farma Tbk
Source: andafcorp.com
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan akun-akun penjualan dan persediaan sehingga adanya kelebihan (mark up) laba bersih yang fiktif di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001 sehingga kantor akuntan diminta untuk menyatakan kembali (restated) laporan keuangan tersebut. Sementara itu, direksi dari manajemen lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Hasil audit yang telah dinyatakan kembali oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa akan segera dilaporkan ke Bapepam. Kimia Farma juga akan melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, apabila nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Hal tersebut mendorong perlu dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Dalam kasus ini sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba dimanipulasi merupakan kesalahan manajemen yang lama.

Dampak Kasus Manipulasi Laporan Keuangan Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari peran akuntan. Akuntan yang melakukan manipulasi tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang sebenarnya. Akuntan telah melanggar etika profesinya. Hal ini membuat keputusan yang diambil oleh mereka pun tidak tepat yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk campur tangan dalam membuat regulasi baru sehingga praktik-praktik pelanggaran dalam profesi akuntansi dapat dicegah.

Kesimpulan
Berdasarkan kronologis yang telah diuraikan diatas, akuntan publik dituntut bertindak secara independen karena mereka adalah pihak memiliki kewenangan memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Akuntan Publik juga dituntut untuk menganut sikap Skeptisme Profesional seorang auditor, agar menghindari kemungkinkan tidak terdeteksinya salah saji dalam laporan keuangan yang material yang pada akhirnya merugikan para investor dan para pengguna laporan keuangan lainnya.
Seorang auditor dituntut untuk profesional, jujur dan lebih teliti dalam tugasnya sehingga kesalahan laporan keuangan yang diauditnya dapat dihindari. Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak disengaja. Jika terdeteksi ada kesalahan, hal tersebut dapat merugikan Akuntan Publik. Contohnya pada kasus PT. Kimia Farma dimana Akuntan Publik HTM diberhentikan sebagai jasa auditor perusahaan tersebut.
Pada akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individu manajemen dalam perusahaan dan auditor dalam melaksanakan jasa profesionalnya, dimana profesi tersebut menuntut sikap obyektifitas, kejujuran, integritas yang tinggi, serta kemampuan profesional dalam bidangnya. Profesi apapun yang dijalani harus berdasarkan etika profesi yang telah ditetapkan dimana etika tersebut mencerminkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum serta membantu para profesional dalam menentukan batasan dalam setiap profesi.
Etika profesi yang dilanggar seperti manipulasi laporan keuangan oleh PT. Kimia Farma akan menyebabkan merosotnya kepercayaan publik terhadap setiap informasi yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga ketaatan dalam etika profesi ini sangat diperlukan, agar mencegah citra negatif publik terhadap perusahaan.

Sekian postingan kali ini, semoga bermanfaat. See you on the next post!


Sources:

You Might Also Like

0 komentar