Merger adalah salah satu pilihan untuk melakukan restrukturisasi suatu
perusahaan. Penggabungan atau merger antara dua atau lebih perusahaan merupakan
hal yang sudah biasa dilakukan bagi para pihak-pihak terkait untuk tujuan
tertentu. Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 PP Nomor 27 Tahun 1998:
“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lainnya yang telah ada dan selanjutnya
perseroan yang menggabungkan dirinya menjadi bubar.” Menurut pasal 1 angka 9
Undang-Undang nomor 40 tahun 2007, “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
peseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva perseroan
yang menggabungkan diri beralih kepada perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.” Singkatnya, merger merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi
satu perusahaan yang tetap hidup dan perusahaan lainnya yang menggabungkan diri
akan dibubarkan.
Beberapa contoh perusahaan hasil merger di Indonesia antara lain:
1.
Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia
(Exim) dan
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dimerger menjadi PT. Bank Mandiri, Tbk. (2 Oktober 1998)
2. Bank
Bali, Bank Universal, Bank Prima Express, Bank Artha Media dan Bank Patriot dimerger menjadi PT.
Bank Permata, Tbk. (30 September 2002)
3. Bank
Lippo dan Bank CIMB Niaga dimerger menjadi PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. (15 Oktober 2008)
Merger perusahaan diatas merupakan beberapa merger yang terjadi di
Indonesia. Merger-merger tersebut tidak terjadi begitu saja, pasti ada proses
dan hukum yang mengaturnya. Produk-produk hukum yang tadi saya tulis diawal
merupakan sebagian kecil dari banyaknya produk hukum mengenai merger. Masih
banyak produk hukum yang mengatur perihal merger, seperti siapa saja yang terlibat
dalam merger, bagaimana prosedur-prosedurnya, jika merger dibatalkan proses apa
saja yang harus dilalui, dsb.
Baru-baru ini pemerintah melakukan merger perusahaan reasuransi, yaitu PT.
Reasuransi Umum Indonesia dimerger ke dalam PT. Reasuransi Indonesia Utama
(Indonesia Re). PT. Reasuransi Umum Indonesia yang statusnya sebagai Perusahaan
Perseroan (Persero) ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
1970 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara (PN) Reasuransi Umum Indonesia
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), dimerger ke dalam PT. Reasuransi
Indonesia Utama (Indonesia Re) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1983 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk
Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Jaminan Kredit Ekspor dan
Asuransi Ekspor. Merger ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang
Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Reasuransi Umum Indonesia
ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Reasuransi Indonesia Utama.
Pada postingan kali ini bahan yang saya jadikan sebagai acuan untuk
menganalisis sebuah produk hukum tetap sama dengan bahan yang saya gunakan pada
postingan sebelumnya. Perbedaannya hanya terletak pada produk hukum yang saya
gunakan. Setelah postingan sebelumnya saya menggunakan produk hukum ekstradisi
untuk dianalisis, pada postingan kali ini saya menggunakan produk hukum
Peraturan Pemerintah mengenai merger perusahaan reasuransi yang telah
dijelaskan diatas.
Sebelum
menganalisis lebih jauh, mari kita membahas pengertian hukum terlebih dahulu.
1. Pengertian Hukum
1.1. Hukum Menurut Pendapat Para
Sarjana
Hampir semua Sarjana Hukum memberikan pembatasan Hukum yang berlainan
sehingga sering kita jumpai adanya tidak kesesuaian pendapat mengenai
pengertian hukum. Drs. E. Utrecht, SH dalam bukunya yang berjudul
"Pengantar Dalam Hukum Indonesia" (1953) telah mencoba membuat suatu
batasan Hukum sebagai berikut: "Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu". Selain
Utrecht juga ada Sarjana Hukum Indonesia lainnya yang telah berusaha merumuskan
tentang apakah Hukum itu, salah satunya J.C.T Simorangkir S.H dan Woerjono
Sastropranoto, S.H., dalam buku yang disusun bersama berjudul "Pelajaran
Hukum Indonesia" telah diberikan definisi hukum sebagai berikut:
"Hukum itu ialah peraturan peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh
Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi
berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu."
Masih banyak lagi definisi Hukum dari para Sarjana Hukum lainnya. Bahkan
Prof. Claude du Pasquier dalam bukunya yang berjudul "Introduction ala
theorie general et ala philosophic du Droit" telah mengumpulkan 17 buah
definisi hukum, yang masing-masing definisi menonjolkan segi tertentu dari
hukum.
Hukum disuatu negara yang sangat banyak jumlahnya, khususnya di Indonesia,
membuat hukum sulit diberikan definisi yang tepat, karena tak mungkin mencakup
keseluruhan segi dan bentuk hukum itu jika dijelaskan dalam satu definisi.
1.2. Unsur-Unsur Hukum
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang sudah dijelaskan diatas,
dapatlah diambil kesimpulan, bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia
dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan
resmi yang berwajib
c. Peraturan itu bersifat memaksa
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan
tersebut adalah tegas
1.3. Ciri-Ciri Hukum
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus
dapat mengenal ciri-cirinya yaitu:
a. Adanya perintah dan/atau larangan
b. perintah dan/atau larangan itu harus
patuh ditaati setiap orang
Pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan
Reasuransi, terdapat peraturan mengenai penggabungan atau merger antara dua
perusahaan reasuransi, dimana PT. Reasuransi Umum Indonesia dimerger ke dalam
PT. Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re). Peraturan merger ini membuat PT.
Reasuransi Umum Indonesia dialihkan segala hak dan kewajibannya, kekayaan serta
karyawannya ke PT. Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re). Mengacu pada
unsur-unsur hukum poin a, dimana "Peraturan mengenai tingkah laku manusia
dalam pergaulan masyarakat", pengalihan ini akan membuat adanya perubahan
tindakan-tindakan atau laku manusia, dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat
dalam merger, untuk mengikuti peraturan atau hukum yang mengatur tentang merger
tersebut.
Selain itu, Peraturan Pemerintah ini diadakan atau dibuat oleh Pemerintah
Republik Indonesia dan pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri Badan Usaha Milik
Negara dan Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing (pasal 5).
Hal ini mendukung pernyataan unsur-unsur hukum diatas pada poin b, dimana
"peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib"
Peraturan Pemerintah tentang merger PT. Reasuransi ini telah dibuat oleh
pihak resmi yang berwenang dan disahkan oleh Presiden Republik Indonesia saat
ini, Joko Widodo. Hal-hal seperti Peraturan Pemerintah mengenai merger ini yang
telah diatur oleh hukum dan telah disahkan oleh pihak yang berwenang, tidak
dapat diganggu gugat dan bersifat memaksa. Hal ini mendukung unsur-unsur hukum
pada poin c yang menyatakan bahwa peraturan bersifat memaksa.
Dalam Peraturan Pemerintah mengenai merger ini tidak terdapat sanksi yang
mengatur akan pelanggaran-pelanggaran yang terkait dengan merger. Peraturan
Pemerintah ini hanya mengatur tentang keputusan untuk menggabungkan dua
perusahaan reasuransi.
Mengacu pada ciri-ciri hukum yang mengatakan bahwa adanya perintah/larangan
dalam suatu hukum, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger
Perusahaan Reasuransi ini mengandung perintah atau lebih tepatnya ketentuan
untuk menggabungkan (merger) perusahaan reasuransi terkait.
2. Tujuan Hukum
Untuk menjaga agar peraturan peraturan hukum itu dapat berlangsung terus
dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada
harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dan
masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada
keadilan, yaitu asas- asas keadilan dari masyarakat itu. Berkenaan dengan
tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum, tiga
diantaranya sebagai berikut:
a. Prof.
Subekti, S.H.
Dalam buku yang
berjudul "Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan", hukum, menurut Prof.
Subekti, S.H melalui tujuan Negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyatnya, dengan menyelenggarakan "keadilan" dan
"ketertiban". Dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa "dalam
keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula".
b. Aristoteles
Berbeda dengan
Subekti, Aristoteles menyatakan keadilan tidak dipandang sama arti dengan
persamarataan. Dalam tulisannya "Rhetorica," Aristoteles membedakan
dua macam keadilan, yaitu keadilan "distributif" dan keadilan
"komutatit". Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan
kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya
masing-masing). Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang
sama banyaknya, bukan persamaan melainkan kesebandingan. Keadilan komutatif
ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak
mengingat jasa-jasa perorangan. Ia memegang peranan dalam tukar menukar; pada
pertukaran barang-barang dan jasa-jasa dalam mana sebanyak mungkin harus
terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan. Jadi pada intinya, keadilan
komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara perseorangan khusus, sedangkan
keadilan distributif temtama menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya
negara) dengan perseorangan khusus.
c. Bentham
(Teori Utilitis)
Jeremy Bentham
dalam bukunya "Introduktion to the morals and legislation"
berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang
berfaedah bagi orang. Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang satu,
mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah
menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya.
Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama daripada
hukum.
Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum menjaga dan
mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri
(eigenriehting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap
setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, harus diselesaikan
melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum
yang berlaku.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi ini
dibuat untuk mengatur tentang aspek-aspek yang berhubungan dalam keputusan untuk
menggabungkan Perusahaan Reasuransi ini. Produk hukum tersebut hendaknya
mengandung asas kepastian hukum, dimana dapat memastikan hukum dapat berjalan
dengan baik dan tidak merugikan kedua pihak perusahaan reasuransi dan
pihak-pihak lain yang terkait.
3. Sumber-Sumber Hukum
Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum itu dapat
kita tinjau dari segi material dan segi formal:
3.1. Sumber-sumber hukum material
Sumber-sumber hukum material dapat
ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah
sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contoh: Seorang ahli ekonomi akan
mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang
menyebabkan timbulnya hukum.
3.2. Sumber-sumber hukum formal
Sumber-sumber
hukum formal antara lain ialah:
i) Undang-undang (statue), ialah suatu
peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh
penguasa negara.
ii) Kebiasaan (custom), ialah perbuatan
manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama.
iii) Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie),
ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi
dasar bagi pengadilan (Standart-arresten) untuk mengambil keputusan.
iv) Traktat (treaty),yaitu perjanjian
mengikat antara kedua belah pihak yang terkait tentang suatu hal.
v) Pendapat Sarjana Hukum (doktrin) dimana
pendapat sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam
pengambilan keputusan oleh hakim.
Mengacu pada sumber-sumber hukum yang telah diuraikan diatas, Peraturan
Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi ini
timbul karena adanya tujuan pemerintah untuk melakukan restrukturisasi dan
revitalisasi industri reasuransi domestik dan untuk mengatasi adanya defisit
neraca pembayaran di sektor asuransi. Tujuan pemerintah tersebut merupakan
sumber-sumber hukum yang menjadi latar belakang Peraturan Pemerintah RI Nomor
77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi ini dibuat. Sumber-sumber
hukum yang dimaksud merupakan sumber hukum dari segi material, salah satunya
ditinjau dari sudut ekonomi negara.
Sedangkan dalam segi formal, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015
tentang Merger Perusahaan Reasuransi ini dibuat karena dilatarbelakangi oleh
beberapa Undang-Undang, diantaranya:
- Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana penggabungan suatu Badan Usaha
Milik Negara dapat dilakukan dengan Badan Usaha Milik Negara lain yang telah
ada
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297)
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005
tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan
Hukum Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4554).
4. Macam–Macam Pembagian Hukum
4.1. Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
i) Menurut Sumbernya:
- Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang
tercantum dalam peraturan perundangan.
- Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang
terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
- Hukum Traktat yaitu hukum yang
ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara negara (traktat).
- Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang
terbentuk karena keputusan hakim.
Berdasarkan
klasifikasi hukum menurut sumbernya, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun
2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi ini termasuk dalam hukum
Undang-Undang. Mengapa? Pastinya karena produk hukum tersebut tercantum dalam
peraturan perundangan yang sudah disahkan oleh pemerintah yang memiliki
wewenang.
ii) Menurut bentuknya:
- Hukum Tertulis (Statute Law = Written
Law) yakni Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan. Hukum
tertulis dapat dibagi lagi menjadi Hukum Tertulis yang dikodifikasikan dan
Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan
- Hukum Tidak Tertulis (Hukum
Kebiasaan/unstatutery law = unwritten law), yaitu Hukum yang masih hidup dalam
keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
suatu peraturan- peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).
Menurut bentuknya,
Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan
Reasuransi ini merupakan hukum tertulis yang dikodifikasikan. Produk hukum ini
merupakan produk hukum yang telah disusun secara sistematis dalam Undang-Undang
RI dan telah disahkan oleh pemerintah Indonesia.
iii) Menurut Tempat berlakunya
- Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku
dalam suatu negara.
- Hukum Internasional, yang mengatur
hubungan hukum dalam dunia internasional.
- Hukum Asing yaitu hukum yang berlaku
dalam negara lain.
- Hukum Gereja, kumpulan norma yang
ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi yang
menjadi bahan analisis kali ini merupakan hukum nasional jika dilihat dari
tempat berlakunya. Karena produk hukum ini mengatur mengenai penggabungan dua
Perusahaan Reasuransi yang terdapat dalam negara yang sama, yaitu Indonesia,
tepatnya berkantor pusat di provinsi DKI Jakarta.
iv) Menurut waktu berlakunya
- Ius Constitutum (Hukum Positif yaitu
hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah
tertentu.) Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ”Tata Hukum”.
- Ius Constituendum yaitu hukum yang
diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi, yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala
waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan
berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi merupakan jenis
hukum Ius Constitutum. Produk hukum ini mulai berlaku setelah disahkan dan
diundangkan (pasal 7). Peraturan Pemerintah ini khusus mengatur tentang merger
atau penggabungan dari dua perusahaan asuransi, yaitu PT. Reasuransi Umum
Indonesia dimerger ke dalam PT. Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re)
v) Menurut cara mempertahankannya
- Hukum material yaitu hukum yang memuat
peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan
berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh Hukum Material: Hukum
Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, dll. Jika orang berbicara tentang Hukum
Pidana, Hukum Perdata, maka yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan
Hukum Perdata Material.
- Hukum
Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan
yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau
peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke
muka pengadilan dan bagaimana cara-cara Hakim memberi putusan.
Contoh Hukum Formal: Hukum Acara Pidana
dan Hukum Acara Perdata.
* Hukum Acara Pidana:
peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Pidana
Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan
sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya Hakim
pidana memberi putusan.
** Hukum Acara Perdata yaitu
peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum
Perdata Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya
mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana
caranya Hakim perdata memberi putusan.
Dalam konteks
hukum material, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger
Perusahaan Reasuransi ini memuat peraturan-peraturan tentang penggabungan dua
perusahaan reasuransi yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan antara dua perusahaan reasuransi dan pihak lain yang terkait.
Dalam konteks
hukum formal, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger
Perusahaan Reasuransi ini memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana
cara-cara melaksanakan merger antara dua perusahaan reasuransi dan
mempertahankan hukum material, dalam hal ini peraturan untuk menggabungkan dua
perusahaan reasuransi tersebut.
vi) Menurut sifatnya
- Hukum yang memaksa yaitu hukum yang
dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap)
yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan
telah membuat peraturan sendiri dalam satu perjanjian.
Menurut sifatnya, Peraturan
Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan Reasuransi
merupakan hukum yang mengatur, dimana produk hukum ini hanya mengatur tentang
penggabungan atau merger antara dua perusahaan reasuransi saja. Untuk
peraturan-peraturan lainnya mengenai struktur perusahaan, pengalihan karyawan
dan sebagainya akan dibuat sendiri lagi oleh pihak-pihak yang terkait dalam
satu perjanjian.
vii) Menurut wujudnya
- Hukum Objektif yaitu hukum yang menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum
antara dua orang atau lebih.
- Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku
terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga HAK. Hukum
subjektif bisa timbul apabila hukum objek bereaksi, hal itu karena hukum objek
yang bereaksi itu melakukan 2 pekerjaan yaitu memberikan hak dan kewajiban.
Produk hukum
Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger Perusahaan
Reasuransi ini bersifat objektif, dimana produk hukum ini mengatur hubungan
dari penggabungan (merger) dua perusahaan reasuransi.
viii) Menurut Isinya
- Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan
orang yang
satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
Negara dengan
alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan
(warganegara).
Jika ditinjau
menurut isinya, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun 2015 tentang Merger
Perusahaan Reasuransi ini merupakan hukum publik (hukum negara). Walaupun jika
dilihat secara kasar produk hukum hanya melibatkan dua pihak, PT. Reasuransi
Umum Indonesia dan dalam PT. Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re),
penggabungan tersebut akan berpengaruh terhadap keadaan suatu negara, misalnya
dalam bidang ekonomi, dimana dengan merger tersebut dapat mengatasi defisit
neraca pembayara negara kita, Indonesia.
Penjelasan
dan Kesimpulan Akhir:
Untuk melakukan restrukturisasi dan revitalisasi industri reasuransi
domestik serta dalam upaya mengatasi defisit neraca pembayaran di sektor
asuransi serta guna menyehatkan, meningkatkan kinerja dan nilai serta manfaat
yang optimal kepada Negara, Pemerintah perlu membentuk perusahaan reasuransi
yang kuat dan terpercaya. Kebijakan penggabungan atau merger yang telah
dijelaskan diatas merupakan tindak lanjut dari transformasi perusahaan
reasuransi nasional menuju perusahaan reasuransi yang besar dan kokoh.
Penandatanganan akta penggabungan PT Reasuransi Umum Indonesia (RUI) ke dalam
Indonesia Re tersebut dilakukan di Kantor Kementrian BUMN pada 18 Desember
2015, disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno dan kepala Eksekutif pengawas IKNB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani.
Penggabungan atau merger antara dua perusahaan reasuransi ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 tentang
Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Reasuransi Umum Indonesia ke
dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Reasuransi Indonesia Utama. Produk
hukum tersebut dibuat agar ada ketentuan secara resmi yang mengatur mengenai
merger antara dua perusahaan reasuransi tersebut, dimana pengundangan Peraturan
Pemerintah ini ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disini dapat disimpulkan, hukum sangat berperan penting dalam suatu
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dengan adanya hukum yang mengatur
tentang penggabungan dua perusahaan reasuransi ini, kepastian akan adanya
kebijakan merger tersebut pun tercapai.
Sekian postingan kali ini. Semoga bermanfaat.
See you on the next post!
References:
Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tahun
2015 tentang Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Reasuransi
Umum Indonesia ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Reasuransi Indonesia
Utama